MEDIAUTAMA.CO | Medan – Majelis Hakim memutus hukuman mati terhadap terdakwa kurir sabu 27 kg dan 13.500 butir pil ekstasi, Joni Iskandar (39) di ruang Cakra 9 Pengadilan Negeri Medan, Selasa (12/11/2019).
Majelis Hakim yang diketuai Ali Sumardi SH menghukum terdakwa terbukti melanggar pasal pasal 114 ayat 2 Juncto Pasal 132 ayat 1 UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika.
“Dengan ini menyatakan terdakwa Joni Iskandar terbukti bersalah secara sah dan meyakinkan dengan hukuman mati,” tuturnya.
Dalam amar putusan, hal yang memberatkan terdakwa karena perbuatan terdakwa dengan barang sabu yang banyak akan mengancam nyawa generasi muda dan tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas narkotika. Sedangkan hal yang meringankan tidak ada ditemukan dalam diri terdakwa.
Putusan ini sama dengan tuntutan JPU Sri Wahyuni yaitu dengan hukuman mati.
Baca Juga : Bom Bunuh Diri di Markas Polrestabes Medan
Selama persidangan, terdakwa yang mengenakan kemeja hitam koko dan celana hitam ini tampak tenang dan hanya memegang tangannya.
Beberapa kali ia tampak mengganti gerakannya tangannya dan memegang hidungnya.
Setelah diputus, saat dibawa ke sel tahanan sementara PN Medan, terdakwa Joni masih bisa semringah, saat ditanya terkait putusan tersebut, ia sebut dirinya hanya pasrah.
“Mohon bertahan hidup saja bang, saya hanya pasrah, memohon lagilah yang seringannya, mohon banding,” cetusnya.
Bahkan ia menyebutkan bahwa semua manusia pasti mati, tapi dirinya tak mengharapkan kematian seperti ini.
“Mati pasti matinya, tapi caranya itu, keluarga enggak ada yang datang,” pungkasnya sambil berlalu menuju sel tahanan.
Baca Juga : Sempat Tertunda Karena Sakit, Kurir Sabu 17 Kg Akhirnya Dituntut Seumur Hidup
Sebelum persidangan, terdakwa sempat mengatakan kepada awak media bahwa dirinya terpaksa menjadi kurir sabu karena merasa berhutang budi terhadap bosnya Ayaradi (DPO).
“Yang nyuruh kawanku kok yang menyelamatkan aku waktu di Malaysia dulu. Aku dulu pernah ke Malaysia ketangkap sekali, jadi di Malaysia itu aku diselamatkan sama Ayaradi. Jadi utang budi di Medan ini sama dia. Sebenarnya tidak perlu uang juga, tidak terdesak kali tapi kawanku minta tolong kali yaudahlah,” cetusnya.
Bahkan, ia sempat dimarahi keluarga karena langsung menerima saja pekerjaan tersebut.
“Cuma keluarga emosi gara-gara bantu kawan itulah kenapa diterima aja,” ungkapnya.
Saat ditanya apakah ada keluarga yang menemani, lebih lanjut Joni menjelaskan bahwa dirinya hanya sendirian. “Tidak ada keluarga yang datang, saya pasrah dan berdoa saja untuk putusan hari ini,” jelasnya.
Saat ditanya, mengapa dirinya sangat tenang selama mengikuti sidang bahkan saat tahu dituntut mati.
“Jadi saya ini pasrah aja bang, kalau orang mungkin tertekan kalau aku sekarang jalani aja kayaknya terlalu bodoh kali aku. Ya paling berusaha ajalah keluar dari hukuman mati, ya mau cemana,” ungkapnya dengan tersenyum.
Joni juga menerangkan bahwa dirinya memiliki 4 orang anak, bahkan anak sulungnya yang saat ini duduk di kelas 2 SMP selalu bertanya bagaimana hukuman dirinya.
“Saya punya 4 orang anak bang, bahkan yang paling besar terus-terusan nanyak hukuman saya, ya saya mau jawab apa karena belum putuskan. Jadi istri saya itu yang kasihan dia harus jualan untuk memenuhi kebutuhan,” cetusnya.
Joni membeberkan bahwa dirinya sehari-hari adalah seorang supir taksi online.
“Saya itu supir Grab bang, sekarang akun Grab dan Gocar saya pun masih aktif. Jadi sebenarnya enggak terdesak kali, tapi karena diminta tolong. Orang cuma dikasih upah 50 juta, padahal itu nggak sebanding sama mobil saya yang sudah disita. Ya pasrah sajalah,” cetusnya.

Berdasarkan dakwaan, Joni yang hanya tamatan sekolah dasar (SD) itu diringkus tim Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut di Simpang Tiga Matapao, Teluk Mengkudu, Serdang Bedagai, Sumut, pada 22 Februari 2019 lalu.
Joni mengaku diperintahkan oleh tersangka Ayaradi (DPO) untuk mengambil narkoba dari tersangka Bah Utuh (DPO) di Sialang Buah Desa Matapao, Teluk Mengkudu, Serdang Bedagai (Sergai). Dia dijanjikan upah Rp 50 juta.
Sesampai di lokasi yang dijanjikan, terdakwa kemudian bertemu dengan tersangka Bah Utuh. Di sana dia kemudian memindahkan dua goni narkoba ke dalam mobil yang dikendarainya.
Kemudian terdakwa pun melanjutkan perjalanan menuju Medan. Saat sampai di Simpang Tiga Matapao, tiba-tiba mobil yang dikendarai terdakwa dihentikan petugas Ditresnarkoba Polda Sumut. Kendaraan itu digeledah.
Petugas menemukan dua goni putih mencurigakan di belakang mobil terdakwa. Selanjutnya polisi menyuruh terdakwa untuk membukanya.
Dari goni pertama petugas menemukan 15 bungkus kemasan teh cina warna hijau bertuliskan “Qing Shan” berisi sabu-sabu. Setelah ditimbang berat bersih 15.926,1 gram.
Kemudian di goni kedua, ditemukan 7 bungkus plastik kopi Malaysia warna cokelat bertuliskan “Alicafe” berisi sabu-sabu. Setelah ditimbang beratnya 7.517 gram brutto.
Ditemukan pula plastik bening berisi sabu-sabu. Setelah ditimbang berat kotornya 4.589 gram.
Selain itu, ada pula 3 bungkus kemasan aluminium foil. Isinya 13.500 butir pil ekstasi oranye bertuliskan “Kenzo”. Total 28.032,1 gram (28 Kg) sabu-sabu dan 13.500 butir pil ekstasi yang disita dari tangan Joni.
Sabu-sabu dan ekstasi itu rencananya dibawa ke Medan. Namun, Joni mengaku belum mengetahui kepada siapa barang haram itu akan diserahkan.
(MU-06)