MEDIAUTAMA.CO | MAKASAR – Kasus dugaan kekerasan terhadap akademik berupa Drop Out (DO) yang menimpa 11 mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Komputer (STMIK) AKBA Makassar adalah bentuk nyata dari tradisi anti demokrasi yang terus dilanggengkan oleh pimpinan kampus hari ini.
Sebuah kenyataan yang ironis, kampus sebagai ruang dimana tradisi dialektika dan perkembangan pengetahuan harusnya berkembang dengan mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, namun pada kasus DO di STMIK AKBA ini nyata jauh dari prinsip demokrasi tersebut.
Dalam kasus dugaan kekerasan ini, kesebelas mahasiswa tersebut mendapatkan sanksi DO hanya karena mempertanyakan alasan pelarangan aktivitas malam di kampus serta larangan menggunakan fasilitas aula untuk kegiatan mahasiswa.
Patut menjadi pertanyaan, bagaimana mungkin hal tersebut dijadikan alasan untuk menghukum dan memberikan sanksi DO?
Apa yang dilakukan oleh mahasiswa STMIK AKBA, adalah bagian dari dinamika kebebasan berorganisasi dan kebebasan menyampaikan pendapat yang merupakan hak dasar yang melekat pada setiap manusia, ia juga merupakan hak konstitusional yang dijamin dalam Pasal 28 E (3) UUD 1945.
“Yakni setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.
Begitupun dengan jaminan yang dikandung dalam UU No 9 Tahun 1998 Tentang Kebebasan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
Tindakan memutus hak untuk mengakses pendidikan yakni dengan SK DO justru adalah bentuk pelanggaran terhadap hak warga negara atas hak-hak dasarnya, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 C (1).
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.”
Kami, Aliansi Perjuangan Rakyat menilai bahwa SK DO tersebut yang merupakan sebuah keputusan tata usaha negara tidaklah sah dan cacat hukum karena mengalami :
Cacat Materil, karena dalam SK DO tidak dicantumkan apa yang menjadi alasan diterbitkannya SK DO tersebut.
Cacat Formil, karena proses-proses pemberian sanksi sebagaimana diatur dalam buku merah/kode etik kemahasiswaan STIMIK AKBA. SK DO juga diterbitkan begitu saja tanpa sidang disiplin dan sidang pembelaan, artinya Komisi Disiplin mengeluarkan rekomendasi DO tanpa dasar hukum sama sekali.
Dalam Buku Merah/Kode Etik Kemahasiswaan STIMIK AKBA halaman 86 disebutkan tugas dan wewenang Komisi Disiplin adalah :
1. Memanggil dan memeriksa mahasiswa yang patut diduga melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan tentang tata tertib kehidupan kampus;
2. Menyusun laporan tertulis dan menyampaikan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan kepada pimpinan unit kerja disertai saran penyelesaiannya. Dari hal ini jelas Komisi disiplin keliru karena mengambil kesimpulan tanpa menempuh proses sebagaimana poin 1.
Dalam Merah/Kode Etik Kemahasiswaan STIMIK AKBA tidak ditentukan sanksi atas setiap pelanggaran, sehingga menjadi pertanyaan apa yang menjadi alasan Komisi Disiplin merekomendasikan Sanksi DO?. Atau apakah Komisi Disiplin hanya mengada-ngada dalam memutuskan jenis sanksi?
Apakah menyampaikan pendapat yang merupakan hak setiap warga negara dan dilindungi oleh undang-undang merupakan bentuk pelanggaran yang harus diberi sanksi DO?.
Hal ini membuktikan bahwa pimpinan STMIK AKBA hanya memenuhi hasrat anti kritiknya.
Kenyataan ini memaksa kami untuk harus bersolidaritas dan memberikan dukungan, apa yang dialami oleh mahasiswa di STIMIK AKBA adalah bentuk kekerasan akademik yang menjadi momok menakutkan bagi semua mahasiswa.
Oleh karena itu melalui siaran pers ini kami menyampaikan pernyataan :
Menuntut Ketua STMIK AKBA untuk segera mencabut Surat Keputusan Drop Out (SK DO) 11 mahasiswa STMIK AKBA, dan merehabilitasi status kemahasiswaan mereka tanpa syarat.
Cabut larangan aktivitas malam. Penuhi hak penggunaan fasilitas kampus untuk kegiatan kemahasiswaan yang menunjang kegiatan ekstrakurikuler.
Berikan kebebasan berorganisasi dan menyampaikan pikiran serta pendapat di dalam kampus tanpa ancaman intimidasi dan kekerasan akademik.
(MU/Red)