Kasus OTT Walikota Medan, PH: Pihak yang Ikut Serta Semestinya Dimintai Pertanggungjawaban Pidana

MediaUtama | Medan – Penasehat Hukum (PH) Dr Adi Mansar Lubis SH M.Hum, mengatakan bahwa dalam pengakuan Andika saat di persidangan ada dua kali mengambil uang ke rumah Isa Anshari.

“Ada lima peran mereka, yang pertama Andika itu orang yang mengambil langsung uang. Dalam pengakuannya dua kali ke rumah Isa Anshari. Nah satu sebelum berangkat ke Jepang yang kedua sesudah pulang dari Jepang. Aidil, tugasnya untuk menagih uang Rp 250 juta tapi yang dapat itu Rp 200 juta, itupun dengan cara transfer ke rekening orang tuanya pak Mahyudi,” ujar Adi Mansar Lubis kepada awak media, Kamis (16/01/202) usai persidangan.

Nah, lanjut dikatakan Dr. Adi Mansar, peran mereka yang berikutnya adalah melaporkan itu ke Samsul, bahwa untuk meyakinkan Samsul uang itu sudah dapat dan kemudian baru Samsul memerintahkan Andika agar menukarkan uang itu dari Rupiah ke Yen. Setelah ditukarkan dari Rupiah ke Yen baru diserahkan kepada Pak Walikota.

Adi Mansar juga menjelaskan bahwa setelah pulang dari Jepang sebelum OTT mereka menagih lagi ke kliennya Isa Anshari.

“Berikutnya mereka meyakinkan bahwa seluruh kebutuhan itu sudah cukup, dan kemudian kebutuhan yang sudah cukup itu diserahkan kepada Uli. Uli membayar DP, yang jumlahnya Rp 800 juta, itu sebelum berangkat. Setelah pulang sebelum OTT itu mereka menagih lagi uang Rp 1,1 miliar, tapi hutang itu hanya Rp 900 juta,” jelasnya.

“Maka itu yang kita pertegaskan tadi, hutang hanya Rp 900 juta tapi mereka tagih Rp 1,1 miliar. Karena kalau hanya Rp 900 juta hutang yang ditagih, mestinya yang ditagih dari Isa Anshari cukup Rp 50 juta lagi. Tapi karena dia tagih Rp 250 juta dari Anshari maka uang itu jadi Rp 1,1 miliar, melebihi.” kata Adi Mansar.

Selain itu, Dr. Adi Mansar juga menerangkan kalau niat mereka sesungguhnya bukan hanya sekedar menjalankan perintah Wali Kota, namun ada dugaan niat yang lain diluar itu.

“Jadi yang diperintahkan Walikota itu hanya untuk menutupi hutang, tapi yang mereka mutipi itu melebihi dari hutang. Kalau dapat Rp 70 juta, Rp 20 juta disetor ke Samsul, Rp 20 juta untuk Andika, si Aidil kek gitu juga. Itulah yang disebut di percakapan mereka tadi. Pekerjaan mereka itu melebihi, bila perlu Anshari ini di Gas gitu, di paksa kenapa?” tanya Adi Mansyar.

Baca Juga : 

Kasus OTT Walikota Medan, Perjalanan Walikota Medan di Berasal Dari OPD

Lanjut dikatakannya, itu karena Anshari adalah Kadis baru, dan kemudian anggarannya besar. Jadi niat mereka sesungguhnya bukan hanya sekedar menjalankan perintah pak Wali tapi ada niat yang lain diluar itu. Maka mereka dapat Rp 20 juta 4 kali Rp 200 juta sekali Rp 50 satu kali. 

“Sebelum ke Jepang itu di awal tidak ada pembicaraan itu, tapi diperoleh ada uang Rp 200 juta, tak tahu darimana. Maka kemudian mereka merubah BAP nya, di BAP itu Anshari dituduh lah yang memberi uang Rp 200 itu, padahal ia tak ada merasa itu. Cuma dia sudah capek mengikuti persoalan ini dengan sedemikian rupa, makanya tadi dia mengiyakan saja, tidak ada keberatan,” terangnya.

Dr. Adi Mansar juga menyebutkan bahwa di persidangan tidak ada yang bisa membuktikan uang itu diserahkan kepada Walikota.

“Dipersidangan juga tidak ada bisa membuktikan uang itu diserahkan kepada Walikota, maka selalu disebut dana operasional, karena mereka sendiri ikut menikmati. Padahal Walikota sendiri punya uang operasional, perbulannya itu Rp 118 juta yang wajib dia habiskan lain dari SPPD. Maka gak mungkin misalnya dana operasional yang dikasih negara itu tidak digunakan pak wali tapi kemudian dipinta ke kadis kadis ketika dia berangkat,” katanya.

Nah, sebelum mengakhiri Adi Mansar menegaskan bahwa pengutipan kepada Kadis Kadis tersebut melanggar aturan hukum, sebab dikatakannya itu termasuk gratifikasi. Pengutipan itu melanggar aturan hukum, itu termasuk gratifikasi, kenapa disebut gratifikasi atau hadiah? 

Karena memang ada sesuatu yang diharap dari kadis kadis ini, apa yang mau diharap kadis kadis ini, agar jabatan itu tetap ada sama dia. Padahal sesungguhnya tak sampai kesana uang itu hanya sampai kepada orang orang yang mengutip saja.

Sehingga tanggung jawab itu mestinya memang tak hanya ditujukan kepada Walikota saja, tapi kepada semua pihak yang mempunyai dalam kegiatan dalam hal ini mestinya diminta pertanggungjawaban pidananya. Siapa sajapun yang terlibat dalam pengutipan bisa dibuat jadi tersangka, kenapa?

“Karena sukses pekerjaan itu karena dilakukannya, jadi kalau misalnya pekerjaan itu hanya 3 misalnya disuruh Walikota dan tiga tiga nya dia kerjakan, is oke dia tidak bisa jadi tersangka. Ini disuruh kutip Rp 900 juta diambil Rp 1,1 miliar,” tegasnya.

 

(MU-06)