MEDIAUTAMA.CO | Jakarta – Komisi Tinggi Hak Asasi Manusia Irak semi-resmi, yang berafiliasi dengan parlemen menyatakan jumlah korban tewas menjadi 94 orang dalam hari kelima aksi demonstrasi yang berlangsung sejak Selasa lalu. Terakhir, Sabtu (5/10), aparat keamanan menembak mati 19 pengunjuk rasa.
Tak cuma itu, Komisi Tinggi HAM Irak juga mencatat hampir 4.000 orang telah terluka dalam aksi unjuk rasa warga menuntut pekerjaan, perbaikan listrik, air dan layanan lain, dan mengakhiri korupsi di negara kaya minyak ini.
Dikutip dari AP, Minggu (6/10/2019), para demonstran Irak mendesak pemerintah dengan melakukan aksi unjuk rasa dan membakar kantor-kantor pemerintahan. Para demonstran juga mengabaikan permintaan unjuk rasa dengan tenang dari para pemimpin politik dan pemuka agama.
Kekerasan dalam menangani demonstrasi menghadirkan tantangan yang paling serius bagi negara yang dilanda konflik itu sejak kekalahan kelompok ISIS dua tahun lalu. Peristiwa ini juga memperdalam krisis politik bagi Irak yang masih berjuang dengan warisan berbagai perang yang belum selesai sejak invasi AS pada 2003.
“Sudah 16 tahun korupsi dan ketidakadilan,” kata Abbas Najm, seorang insinyur berusia 43 tahun yang menganggur dan merupakan bagian dari unjuk rasa pada Sabtu ini.
“Kami tidak takut dengan peluru atau kematian para martir. Kami akan terus berjalan dan kami tidak akan mundur.”
Bersiap untuk menahan demonstrasi, para pemimpin Irak mengadakan rapat darurat parlemen untuk membahas tuntutan para pemrotes. Tetapi mereka tidak memiliki kuorum karena boikot oleh ulama Syiah berpengaruh Muqtada al-Sadr, pemimpin blok terbesar parlemen.
Pada hari Jumat lalu, al-Sadr meminta Perdana Menteri Abdul-Mahdi untuk mengundurkan diri dan mengadakan pemilihan lebih awal.
Abdul-Mahdi sendiri mengatakan dalam pidatonya bahwa tuntutan para pemrotes telah didengar. Namun pernyataan Sadr menambah tekanan baru pada Abdul-Mahdi saat ia berjuang meredakan kerusuhan.
Desakan mundur itu disampaikan setelah pemimpin spiritual Syiah Ayatollah Besar Ali Sistani dalam khotbah tengah hari, mendesak pihak berwenang untuk memenuhi tuntutan demonstran. Dia juga memperingatkan bahwa aksi protes bakal terus membesar kecuali jika langkah memenuhi tuntutan segera diambil pemerintah.
Saat ini pihak berwenang Irak telah memberlakukan pemadaman internet secara virtual.
Sementara itu dikutip dari AFP, PBB telah pemerintah Irak untuk mengakhiri kekerasan setelah lima hari demonstrasi anti-pemerintah dinodai korban tewas hampir 100 orang.
Pasukan keamanan membubarkan unjuk rasa massa di timur Baghdad, tempat para pemrotes menghadapi tembakan gas air mata dan tembakan-tembakan langsung ke arah mereka, kata saksi mata.
“Lima hari dilaporkan kematian dan cedera: ini harus dihentikan,” kata pejabat tinggi PBB di Irak, Jeanine Hennis-Plasschaert.
Dia menggambarkan kekerasan itu sebagai “kehilangan nyawa yang tidak masuk akal”. Dia mengatakan mereka yang berada di balik kekerasan ini harus dimintai pertanggungjawaban. (AP/AFP/CNN)