MEDIAUTAMA.CO – Sejumlah bentrokan antara pengujuk rasa dan aparat keamanan di Irak sampai saat ini sebanyak 40 orang dinyatakan meninggal dunia. Warga setempat sudah hampir sebulan melakukan demonstrasi mendesak pemerintah melakukan reformasi untuk melawan praktik korupsi dan memperbaiki pertumbuhan ekonomi.
Seperti dikutip dari AFP, bentrokan yang terjadi pada Jumat kemarin di Alun-alun Tahrir di Ibu Kota Baghdad menyebabkan delapan demonstran meninggal. Mereka hendak berdemo di kompleks pemerintahan di Baghdad yang dikenal dengan wilayah Zona Hijau.
Di sana juga terdapat sejumlah kedutaan besar negara sahabat. Namun, aparat memutuskan menghadang pengunjuk rasa di jembatan Al-Jumhuriyah.
Saat menghadapi demonstran kemarin, aparat di Baghdad tidak menggunakan peluru tajam seperti sebelumnya. Namun, menurut paramedis, dua pengunjuk rasa tewas karena terkena kaleng gas air mata.
Baca Juga : Telepon Misterius Sebelum Penemuan 39 Mayat di Truk Kontainer
Dilansir dari CNNIndonesia.com, Minggu (27/10/2019), akibat bentrokan itu, ratusan demonstran mengalami luka-luka.
Sedangkan di Kota Nasiriyah dilaporkan lima demonstran tewas ditembak menggunakan peluru tajam. Sedangkan seorang pengunjuk rasa tewas karena luka bakar ketika massa membakar sejumlah kantor perwakilan beberapa partai politik di Irak.
Demonstran menuntut Perdana Menteri Adel Abdel Mahdi untuk menunaikan janji kampanye untuk memberantas korupsi dan memperbaiki perekonomian Irak. Masyarakat menyatakan jengah dengan keadaan dan maraknya praktik korupsi di Negeri 1001 Malam.
Menurut data Bank Dunia, satu dari lima warga Irak menganggur. Tingkat pengangguran mencapai 25 persen.
Padahal, menurut Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), Irak adalah penghasil minyak bumi kedua terbesar di dunia. Namun, berdasarkan telaah lembaga non-pemerintah Transparency International, mereka menempati urutan ke-12 negara terkorup di dunia.
Baca Juga : Demo Berujung Kerusuhan di Ethiopia Renggut 67 Nyawa
Ketua Ulama Syiah Irak, Ayatullah Ali al-Sistani, meminta semua pihak menahan diri. Namun, ulama Syiah yang populer di kalangan warga Irak, Muqtada al-Sadr, justru mendukung unjuk rasa itu.
Pada ajang demo pada 1 sampai 6 Oktober lalu, sebanyak 157 warga sipil meninggal akibat kekerasan aparat. Sekitar 70 persen korban mengalami luka tembak di kepala dan dada akibat peluru tajam.
Diduga sejumlah kekuatan politik turut menurunkan milisi mereka guna mendukung pemerintah. Salah satunya adalah pasukan paramiliter Hashed al-Shaabi.
Sedangkan warga Sunni dan Kurdi yang berada di utara dan barat Irak memilih menjauhkan diri dari aksi unjuk rasa.
(AFP/CNN/MU)