MEDIAUTAMA.CO – Wali Kota Medan Tengku Dzulmi Eldin resmi ditetapkan menjadi tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Eldin disangkakan sebagai penerima suap Rp450 juta dengan di antaranya Rp250 juta untuk pengganti dana perjalanan Dzulmi ke Jepang.
Wakil Ketua KPK Thony Saut Situmorang menyatakan, tim KPK diterjunkan ke Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara pada Selasa-Rabu (15-16/10/2019) untuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) setelah sebelumnya melakukan penyelidikan atas laporan pengaduan masyarakat.
Tindakan OTT juga terjadi setelah tim KPK menerima informasi melalui sadapan percakapan para pihak akan adanya transaksi.
Saat OTT, tutur Saut, tim KPK mencokok kader Partai Golkar sekaligus Wali kota Medan periode 2014-2015 dan 2016-2021 Tengku Dzulmi Eldin, Kepala Dinas PUPR Pemerintah Kota (Pemkot) Medan Isa Ansyari, Kepala Sub Bagian Protokoler Kota Medan Syamsul Fitri Siregar, dan dua ajudan Wali Kota Medan yakni Aidiel Putra Pratama dan Sultan Solahudin.
Sedangkan staf protokoler sekaligus ajudan Wali Kota Medan yakni Andika kabur dengan menabrakkan mobilnya ke tim KPK saat akan membekuk Andika di jalan pada sekitar pukul 20.00 WIB, Selasa (15/10/2019).
Andika kabur dengan membawa uang Rp50 juta yang diberikan secara tunai oleh Isa Ansyari. Saut memaparkan, saat membekuk Sultan Solahudin di kantor Walikota Medan, tim KPK menyita uang tunai Rp200 juta di laci kabinet di ruang protokoler. Uang ini diberikan Isa melalui transfer ke rekening keluarga dari Aidiel Putra Pratama.
Saut menggariskan, setelah dilakukan pemeriksaan intensif terhadap lima orang yang ditangkap kemudian dilakukan gelar perkara (ekspose). Forum ekspose menyimpulkan telah ditemukan bukti permulaan yang cukup sehingga diputuskan penyelidikan dinaikkan ke tahap penyidikan.
Baca Juga : OTT Walikota Medan, KPK Amankan Uang Ratusan Juta
Bersamaan dengan itu KPK kemudian menetapkan tiga orang sebagai tersangka. Masing-masing Isa Ansyari sebagai tersangka pemberi suap ke dua tersangka penerima yakni Tengku Dzulmi Eldin dan Syamsul Fitri Siregar.
“Uang sebesar Rp250 juta dari tersangka IAN (Isa Ansyari) menutupi ekses dana non-budget perjalanan tersangka TSE (Tengku Dzulmi Eldin) ke Jepang di luar perjalanan dinas dengan nilai sekitar Rp800 juta,” tegas Saut saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (16/10/2019) malam.
Mantan staf ahli kepala BIN ini membeberkan, ada beberapa konstruksi umum dalam kasus ini. Pada 17 Februari 2016 Dzulmi dilantik menjadi Walikota Medan periode 2016 2021.
Sebelumnya, Dzulmi juga pernah menjabat sebagai Wali kota Medan di sisa periode 2010-2015 sejak 18 Juni 2014, untuk menggantikan Walikota sebelumnya yakni Rahudman Harahap yang terkena kasus korupsi.
Selanjutnya, pada 6 Februari 2019 Dzulmi mengangkat Isa sebagai Kepala Dinas PUPR Pemkot Medan.
“Setelah pelantikan IAN (Isa), TDE (Dzulmi) diduga menerima sejumlah pemberian uang dari IAN. IAN memberikan uang tunai sebesar Rp20 juta setiap bulan pada periode Maret-Juni 2019. Pada tanggal 18 September 2019, IAN juga memberikan uang senilai Rp50 juta kepada TDE,” ujar Saut dikutip dari Sindonews.com
Kemudian, pada bulan Juli 2019, Dzulmi Eldin melakukan perjalanan dinas ke Jepang didampingi beberapa kepala dinas di lingkungan Pemko Medan. Perjalanan dinas ini dalam rangka kerjasama sister city antara Kota Medan dan Kota Ichikawa di Jepang.
Baca Juga : Pengusaha Mie Sop Brayan Jalani Sidang Perdana Terkait Kasus Penipuan Rp247 Juta
Selanjutnya, disaat perjalanan dinas ternyata di luar rombongan Pemkot Medan, Dzulmi mengajak serta istri, dua orang anak, dan beberapa orang lainnya yang tidak berkepentingan.
“Keluarga TDE (Dzulmi) bahkan memperpanjang waktu tinggal di Jepang selama tiga hari di luar waktu perjalanan dinas. Di masa perpanjangan tersebut keluarga TDE didampingi oleh Kasubbag Protokol Pemerintah Kota Medan yaitu SFI (Syamsul Fitri Siregar),” ungkapnya.
Saut membeberkan, berikutnya akibat keikutsertaan pihak-pihak yang tidak berkepentingan akhirnya terdapat pengeluaran perjalanan dinas Wali kota yang tidak dapat dipertanggungjawabkan dan tidak bisa dibayarkan dengan dana APBD.
Pihak tour and travel kemudian menagih sejumlah pembayaran tersebut kepada Dzulmi. Kelima, Dzulmi kemudian bertemu dengan Syamsul dan memerintahkan Syamsul untuk mencari dana dan menutupi akses dana non-budget perjalanan ke Jepang tersebut dengan nilai sekitar Rp800 juta.
“Kadis PUPR juga mengirim Rp200 juta ke Walikota atas permintaan melalui protokoler untuk keperluan pribadi walikota,” katanya.
Masih ditahun yang sama, pada tanggal 10 Oktober 2019 Syamsul menghubungi Aidiel (ajudan Dzulmi) dan menyampaikan adanya keperluan dana sekitar Rp800-900 juta untuk menutupi pengeluaran di Jepang.
Syamsul lantas membuat daftar target kepala-kepala dinas yang akan dimintakan ‘kutipan’ dana termasuk di antaranya adalah Isa dan kadis-kadis yang ikut berangkat ke Jepang.
Padahal Isa tidak ikut berangkat ke Jepang. Diduga Isa dimintai uang tersebut karena diangkat sebagai Kadis PUPR oleh Dzulmi, di dalam daftar tersebut Isa ditargetkan untuk memberikan dana sebesar Rp250 juta.
Kemudian pada 13 Oktober 2019 Syamsul menghubung Isa untuk meminta bantuan dana sebesar Rp250 juta. Keesokan harinya Isa menghubungi Syamsul dan Syamsul menyampaikan untuk mentransfer dana tersebut ke rekening bank atas nama kerabat dari Aidiel.
“Pada 15 Oktober 2019, IAN (Isa) mentransfer Rp200 juta ke rekening tersebut dan melakukan konfirmasi kepada SFI (Syamsul). SFI kemudian bertemu dengan APP (Aidiel) dan menyampaikan bahwa uang sebesar Rp200 juta sudah ditransfer ke rekening kerabatnya. APP menghubungi kerabatnya dan meminta agar uang diserahkan ke rekan APP sesama Ajudan Walikota yang kemudian disimpan di ruangan bagian protokoler Pemko Medan,” beber Saut.
Andika selaku Ajudan Wali kota Medan kemudian menanyakan ke Isa tentang kekurangan uang sebesar Rp50 juta yang disepakati. Isa menyampaikan untuk mengambil uang tersebut secara tunai di rumah Isa, sekira pukul 20.00 WIB Selasa (15/10) Andika datang dan tiba di rumah Isa untuk mengambil uang Rp50 juta yang ditujukan untuk Dzulmi Eldin.
Saat Andika dalam perjalanan setelah dari rumah Isa, kendaraan Andika diberhentikan oleh tim KPK untuk diamankan beserta uang tersebut.
“Pada saat kendaraan AND (Andika) dihampiri oleh Petugas KPK yang telah menunjukkan tanda pengenal, AND memundurkan mobilnya dengan cepat sehingga hampir menabrak Petugas KPK yang harus melompat untuk menyelamatkan diri. AND kemudian kabur bersama uang sebesar Rp50 juta tersebut dan belum diketahui keberadaannya hingga saati ini” ucapnya. (NET/MU)