mediautama.news – Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI bersiap untuk melaporkan pemecatan terhadap 32 karyawan Kantor Berita Antara kepada Presiden Joko Widodo, Konfederasi Serikat Pekerja Internasional (ITUC) hingga Organisasi Perburuhan Internasional (ILO).
Presiden KSPI Said Iqbal menilai keputusan Direksi Perum LKBN Antara pimpinan Meidyatama Suryodiningrat ini sudah melanggar hukum ketenagakerjaan.
“Kami menolak keras keputusan PHK paksa yang dilakukan manajemen Kantor Berita Antara,” kata Iqbal dalam keterangan resmi di Jakarta, Minggu, (18/8).
Selain itu, Iqbal menyebut KSPI juga mendukung penuh perjuangan Serikat Pekerja Antara (SP Antara) afiliasi ASPEK Indonesia.
Menurut dia, KSPI bersama ASPEK (Asosiasi Serikat Pekerja) Indonesia akan mengambil langkah organisasi untuk mendukung perjuangan SP Antara.
“Untuk memperkuat langkah hukum yang telah diambil SP Antara, serta melapor dan meminta dukungan (ITUC) dan ILO,” katanya dilansir Tempo.co.
Di sisi lain, SP Antara juga mengecam kebijakan dan keputusan Direksi Perum LKBN Antara tersebut karena dibuat tanpa alasan dan dasar yang jelas. Selain itu, kebijakan dilaksanakan dengan intimidasi dan tanpa pemberian kompensasi yang layak.
“Kami sangat mengecam kebijakan PHK Paksa oleh direksi Perum LKBN Antara,” kata Ketua SP Antara Abdul Gofur.
Untuk itu, SP Antara meminta direksi berhenti mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang kerap membuat resah dan menyulitkan karyawan.
Di antaranya seperti pemutusan kontrak kerja 20 karyawan PKWT dan mutasi terhadap 3 orang pengurus serta 3 orang anggota SP Antara. Keenam orang ini dimutasi yang sarat dengan upaya Pemberangusan Serikat Pekerja (Union Busting).
“SP Antara telah meminta bantuan advokasi kepada LBH ASPEK Indonesia, LBH Pers, AJI Indonesia, dan LBH Master Indonesia untuk melawan kebijakan kebijakan direksi Perum LKBN Antara yang tidak humanis itu,” ujar Gofur.
Belum diketahui, kapan pemecatan dilakukan. Tapi sebelum ini, Sekretaris Perusahaan LKBN Antara Iswahyuni sempat menyatakan manajemen berencana menata ulang sumber daya manusia secara keseluruhan. (REP)