MEDIAUTAMA.CO | MEDAN – Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kali ini menghadirkan tujuh orang saksi dalam sidang lanjutan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (PU) Isa Ansyari terdakwa kasus dugaan suap Wali Kota nonaktif Dzulmi Eldin.
Dari ketujuh saksi yang dihadirkan JPU di ruang Cakra Utama Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Kamis (02/01/2020), satu diantaranya Sekretaris Daerah (Sekda) Pemko Medan, Wiriya Alrahman.
Dalam kesaksiannya, Wiriya mengaku tidak mengetahui tentang anggaran yang dipergunakan Walikota Medan nonaktif, Dzulmi Eldin saat pergi ke Jepang.
Sementara itu, menanggapi pernyataan Wiriya, Ketua Majelis Hakim, Abdul Aziz SH mengkritik kinerja Wiriya selaku Sekda Pemko Medan. Ia menilai Wiriya sebagai sekretaris daerah telah lalai mengawasi prosedur lawatan sejumlah OPD dan Walikota Medan ke Jepang.
Dalam keterangannya, soal perjalan dinas ke Jepang, ada Asisten Pemerintah yang jadi Kordinator kunjungan ke Jepang. Anggaran Sister City ini ditampung di Bagian Umum, ada pembicaraan di sana.
Meski diakuinya secara prosedur administrasinya tidak benar. Alurnya dari Bagian Umum ke Walikota dan ke Asisten Pemerintahan. Ada pembicaraan di sana, tapi ia mengaku kurang mengetahuinya.
Dari rombongan ke Jepang, Wiriya mengaku ada beberapa orang yang tak punya kepentingan, namun ikut berkunjung ke Ichikawa. Diantaranya ada Istri Walikota Rita Maharani dan kedua anaknya.
Kemudian ada Istri dari Kadis Pendidikan Kota Medan. Total ada empat orang. Kendati demikian, Wiriya meyakini keempatnya menggunakan dana pribadi.
Baca Juga : Beri Cek Kosong, Direktur PT Lintong Bangun Makmur Jalani Sidang Perdana di PN Medan
Dalam persidangan tersebut, JPU KPK Zainal Abidin SH mempertanyakan pengetahuan Wiriya terkait perpanjangan waktu kunjungan yang terjadi dan sifat dari lawatan ke Jepang.
Sebab sangat disayangkan kunjungan ke Jepang yang memakan biaya cukup besar, hanya memperoleh baju pemadam kebakaran.
“Perjalanan dinas di Jepang adalah agenda tahunan. Pemko sudah meminta izin ke Gubernur soal ini, agar Visa kami disetujui. Cuma ada terjadi penambahan waktu dan sebagainya di sana yang saya tidak tahu, Aspem yang cerita,” tuturnya.
Adapun saksi yang dihadirkan KPK selain Wiriya, tampak diantaranya PNS di Dinas PU, Toga Situmorang, Asisten Perekonomian dan Pembangunan Chairul Syahnan, Staf Kadis PU Wahyu Hidayat, Kontraktor I Ketut Yada, Pengusaha perempuan Ayen alias Yancel dan Edy Salman seorang mantan PNS.
Dari penuturan beberapa saksi di atas beberapa proyek di Dinas PUPR Kota Medan diketahui diserahkan ke beberapa rekanan. Mereka adalah sebagian dari 60 saksi yang akan dihadirkan ke persidangan.
Perusahaan penerima tender infrastruktur diantaranya ada Saka Group milik politisi Akbar Himawan Buchari, Thomas Group milik Thomas Purba dan satunya diserahkan ke Sutan Group. Selain itu proyek juga diterima Ayen dan temannya I Ketut Yada dengan nilai ditaksir ratusan milyar rupiah.
“Jadi saya kenal dengan Pak Eldin. Saya minta pekerjaan ke dia, dan dia bilang jumpai saja pak Isya Ansyari (terdakwa). Setelahnya, saya ditawari oleh Pak Isya proyek infrastruktur yang kemudian kami kerjakan berdua bersama I Ketut Yada,” katanya.
I Ketut Yada pun membenarkan dan mengaku diperintah untuk menyiapkan fee proyek untuk Kadi PU Isya Ansyari. Ia mengaku nilai proyek yang ia kerjakan bersama Ayen mendapat untuk sekitar Rp500-800 juta.
“Ada diminta siapkan fee 10 persen. itu saya disuruh Ayen,” ujar Yada yang mana keterangannya dibantah Ayen.
Usai mendengarkan keterangan dari para saksi, majelis hakim yang diketuai Abdul Aziz menunda persidangan pekan depan.
(MU-06)